- Back to Home »
- info »
- Imlek Identik dengan Gong Xi Fai Cai
Kamis, 30 Januari 2014
Imlek memang tahun baru Cina. Tapi kalimat “gong xi
fa cai”, yang banyak terdengar selama Imlek yang tahun ini jatuh pada
Jumat, 31 Januari 2014 bukan berarti “selamat tahun baru” . Tahun baru
yang diawali dengan musim semi, tahun yang penuh harapan. Setelah sekian
lama berada dalam kedinginan dan salju musim dingin maka merupakan hal
yang indah menapak harapan baru. Pohon-pohon gundul mulai menumbuhkan
daun-daunnya yang pertama, melambangkan berseminya kembali semangat
kehidupan. Matahari kembali memancarkan sinarnya.
Pada malam tahun baru itu, seperti juga pada berbagai peringatan tahun baru yang lain, seluruh keluarga akan berkumpul sampai tengah malam menunggu pukul 24.00 WIB untuk merayakan malam pergantian tahun.
“Gong Xi Fa Cai”, ucapan yang selalu terdengar untuk saling menukar salam dengan memberikan harapan. “Gong Xi Fa Cai” diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi “semoga sejahtera”. Sejahtera memang merupakan suatu keinginan yang didambakan oleh seluruh umat manusia siapa pun yang berada di muka bumi ini selama menjalani hidup.
Kadang tulisan “gong xi fa cai” ditulis dengan cara lain karena beda
ejaan dan dialek. Misalnya saja “keong hee huat chie” (Hokkien), “kung
hei fat choi” (Kanton atau Hongkong), atau “kung hei fat choi” (Hakka).
Sebagai perbandingan, kata “kungfu” yang biasa di kenal di Indonesia, dalam ejaan resmi dalam bahasa Mandarin menjadi “Gongfu”.
Sebagai perbandingan, kata “kungfu” yang biasa di kenal di Indonesia, dalam ejaan resmi dalam bahasa Mandarin menjadi “Gongfu”.
Jangan ucapkan Gong Xi Fa Cai saat Imlek karena ternyata ungkapan tersebut adalah ucapan yang salah untuk mengucapkan selamat tahun baru China. Karena Gong Xi Fa Cai sebenarnya bermakna selamat kaya raya. Ungkapan yang pas bagi orang Tionghoa saat hari raya Imlek adalahSing Cung Kyi Hi, yang berarti selamat merayakan musim semi baru.
Penting bagi orang Tionghoa untuk introspeksi diri agar perayaan
Imlek dikembalikan pada arti yang sesungguhnya yakni historisitas
perayaan Imlek, terlebih dalam perayaan acara kekeluargaan, untuk
meminimalisir diskriminasi terhadap warga Tionghoa, sangatlah bergantung
kepada pemerintah dalam mengelola konsep nasionalisme. Konsep
nasionalisme ini masih menjadi tantangan bagi pemerintah untuk
menyatukan berbagai ragam etnis, suku dan lain sebagainya demi cita-cita
kemajuan Indonesia.
Suatu kesadaran yang memang harus terus dibangun bahwa warga
Tionghoa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Tak dipungkiri lagi bahwa warga Tionghoa juga turut
berjuang merebut kemerdekaan, dan semenjak saat itu bersama-sama
membangun negeri ini. Mereka bukan orang asing, melainkan saudara
sebangsa yang sama seperti suku lainnya yang ada di negeri ini.
Budaya memberi dalam bentuk angpao berwarna merah memeriahkan
suasana yang kemudian kertas merah ini digantung di pohon angpao (yin
liu). Lima belas hari dalam suasana berbahagia sampai ke-15
Imlek (cap go me) juga dirayakan memaknai spiritualitas dan ritualitas
hari esok yang diharapkan lebih baik.
Gambar dewa uang si pembawa rezeki selalu disucikan. Dilakukan
aksi bersih-bersih di tempat ibadah maupun rumah, agar murah rezeki dan
keberuntungan usaha. Ramalan peruntungan di tahun 2009 melalui sio
kelahiran memberikan makna tersendiri agar hidup semakin hati-hati.
Seperti ditulis koran Daily Express, yang sebagian besar pembacanya puak
Cina di Sabah, Malaysia, “gong xi fa cai” itu berarti “selamat dan
semoga sejahtera”.
Kadang tulisan “gong xi fa cai” ditulis dengan cara lain karena
beda ejaan dan dialek. Misalnya saja “keong hee huat chie” (Hokkien),
“kung hei fat choi” (Kanton atau Hongkong), atau “kung hei fat choi”
(Hakka).
Meski tulisannya tampak jauh dari dialek lain, tapi cara membaca
“Gong Xi Fa Cai” tidak jauh berbeda dengan yang lain yakni: “kung shi fa
tsai”. Ini karena huruf “g” di ejaan resmi itu dibaca “k”, “x” dibaca
“sh”, dan “c” dibaca “ts”.
Sebagai perbandingan, kata “kungfu” yang biasa di kenal di Indonesia, dalam ejaan resmi Mandarin menjadi “Gongfu”.
“Gong xi fa cai” itu menggunakan bahasa Mandarin dengan Hanyu
Pinyin, ejaan huruf Latin yang dipakai resmi di Cina, Taiwan, dan
Singapura. Sedang dialek lain menggunakan ejaan tidak resmi Wade-Giles.
Untuk anak-anak, ucapan yang digunakan lebih panjang lagi. Mereka
akan mengatakan “gong xi fa cai, hong bao na lai” (kung shi fa tsai, ang
pao na lai) yang berarti “selamat dan sejahtera, bawakan saya ang pao”.
Bagi anak-anak Tionghoa, Imlek itu seperti Lebaran, saatnya
mengumpulkan angpao.
Ucapan “gong xi fa cai” saling dipertukarkan saat Imlek sejak
ribuah tahun yang lalu. Ingat saja, penanggalan Cina sekarang sudah
berusia 26 abad, lebih tua enam abad dibanding penanggalan Masehi.
Pada malam imlek para warga etnis Cina bersembahyang, mendoakan
agar besoknya hari hujan, karena hujan membawa kehidupan dan keberkahan
alam dan seisinya. Tanglong berwarna merah atau lampion berbagai bentuk
menjadi lentera tipikal yang selalu juga lantera ini dihiasi dengan
huruf China kemudian digantung sebagai tanda keberuntungan (hoki).
Di mana-mana Tua Pekong berbenah merayakan tahun baru Imlek 2560
(26 Januari 2009). Membangun spiritualitas diri ditandai pula dengan
pembakaran hio kerbau raksasa misalnya di Klenteng Tua Pek Kong
Windsor. Permainan barongsai diikuti dengan musik oriental.
Di semua plaza dan mall Jakarta dua minggu terakhir ini dihiasi
dengan hiasan, ornamen dan gapura warna merah bentuk naga atau arsitek
Cina menyambut Imlek. Semua baju di etalase diganti warna merah menyala
tanda imlek akan dimulai.
Terhitung mulai Februari 2014 sampai dengan 4 Februari 2015 (Imlek) sebagai tahun Kuda Kayu Yang (untuk meramal nasib)。Angka
Langitnya Kayu Besar (Cia), Angka Buminya Kuda (Uh), maka perpaduan
disebut Kuda Pasir Emas, berarti anak yang dilahirkan di tahun ini
disebut Kuda Pasir Emas.(Asita DK Suryanto)